Friday, January 25, 2013

Jangan tanya aku kenapa cuma sama dia aku bisa cemburu berat, hanya karena melihatmu meretweet tweetnya atau like fotonya, bahkan ketika tahu bahwa kamu berkomunikasi dengan dia lewat media apapun.

Karena aku juga nggak tahu apa alasannya. Dan kamu harus memahami firasat seorang wanita.
"If she's jealous, don't get mad easily. Maybe it's just because she is too afraid to lose you"
Yes, indeed.
Because I don't wanna let anyone else take you from me.
I don't wanna let anyone else make you happier than me.
I don't wanna let anyone else get your attention more than me.
I don't wanna let anyone else take care of you except me.
I don't wanna let anyone else be the one for you except me.
I don't wanna let anyone else replace me.
Maybe, I'm too selfish.
But just so you know, that's because I love you so much.

Wednesday, January 23, 2013

Habibie & Ainun - Fian & Rita

The sweetest Indonesian movie ever!
Nggak, bukannya lebay atau mau ngikutin sindrom orang Indonesia yang lagi musimnya film itu sih. Tapi ya menurutku itu salah satu film Indonesia yang romantis. Apalagi film itu adalah sebuah kisah nyata dari salah satu orang besar di Indonesia. Nggak nyangka aja, orang sepintar dan sehebat Habibie bisa romantis sekali sama istrinya, Ainun.

Film itu menceritakan bagaimana Habibie dan Ainun bertemu sebelum akhirnya mereka menikah. Bagaimana membina rumah tangga dari yang bener - bener nol sampai mereka bisa menjadi orang yang dianggap sama negara. Dan film tersebut bisa meyakinkan kita bahwa ada cinta sejati yang seperti itu, yang benar - benar setia sampai mati. Dan bisa meyakinkan para perempuan - perempuan Indonesia bahwa tidak semua pria itu bajingan, atau apalah itu namanya. Sosok pria idaman, seperti Pak Habibie. Ada beberapa part yang yah, kamu bisa mendambakan dan menginginkan seorang suami seperti beiau. Part - part yang menyentuh hati dan kamu bisa bergumam "ah, so sweetnya.."

Aku nonton film itu sama fian. Setiap kali ada adegan - adegan yang romantis, seperti saat Habibie meyakinkan Ainun bahwa dia adalah wanita paling cantik baginya, atau saat Ainun menyatakan bahwa dia akan selalu mendampingi Habibie, tangannya fian selalu menggenggamku erat. Seakan dia ingin meyakinkanku bahwa dia juga merasakan hal yang sama seperti apa yang terjadi dalam film. Hal yang membuat aku nggak bisa berhenti tersenyum dan berdoa dalam hati agar apa yang kami inginkan bisa terjadi. Dan endingnya, waktu Habibie bilang ke Ainun "Terima kasih Tuhan, karena telah melahirkan Ainun untuk saya, dan saya untuk Ainun", aku ganti bilang gitu ke fian "Terima kasih Tuhan, karena telah melahirkan Fian untuk saya, dan saya untuk Fian". Dia tersenyum. Kami berdua tersenyum. Karena dalam hati, kami melafalkan rasa syukur yang sama, karena telah dipertemukan..

Thursday, January 17, 2013

Pas nonton Habibie & Ainun..
aku : BCL itu cantik buanget ya
fian : nggak
aku : nggak darimana, orang cantik banget gitu
fian : cantikan kamu kok
aku : mbujuk
fian : buat aku, kamu yang paling cantik
aku : :">
"Buat aku, kamu yang terbaik"
- Katanya

Wednesday, January 9, 2013

How did we first meet

"Aneh aneh ae rita iki"
"Iya iya yan fian haha aneh ya"
"Haha kenapa rit? Lagi pengen mengenang masa - masa sebelum kita pacaran wkwk"

Kalimat itu bikin ingatanku melayang ke beberapa bulan silam, sebelum akhirnya aku resmi pacaran sama dia. Nggak pernah sekelas, nggak pernah ngobrol, nyapa aja jarang, kenalan dengan cara berjabat tangan sambil bilang "halo aku rita" dan "halo aku fian" aja nggak pernah. Padahal satu sekolah lho. Cuma sekedar saling tau masing - masing orang, saling follow twitter, kadang ya saling ngeretweet tweet tweet tertentu. Tapi akhirnya bisa jadian. Aneh kan, haha. 

Wajar aja sih kalo banyak yang heran dan nggak percaya, bahkan berulang kali tanya "sumpah kamu sama fian?" dengan muka yang histeris gitu. Aku aja nggak percaya, awalnya. Dan kalo aku tanya "kenapa seheran itu sih?" mereka pasti jawab "soalnya kalian nggak pernah kelihatan deket, kelihatan ngobrol. saling nyapa aja jarang kan". Pada akhirnya, keheranan dan ketidakpercayaan mereka akan berujung pada pertanyaan "kok bisa?" dan begini ceritanya...

Pas puasaan tahun 2012, lupa tepatnya tanggal berapa, salah satu teman SMAku, Zaki, mendapatkan musibah. Ayahnya meninggal karena sakit. Sebagai sesama ketua kelas, entah kenapa aku merasa wajib untuk datang ke rumahnya dan mengucapkan bela sungkawa. Akhirnya aku dateng bareng sama temenku, Brengos. Sampai di sana pas Maghrib, jadi kita buka puasa dulu bareng - bareng. Terus kita sholat maghrib di masjid deket sana. Pas aku balik dari masjid, fian udah dateng bareng sama anak - anak yang lain. Awalnya biasa aja. Tapi karena suatu hal, aku jadi nggak mood dan diem. Anak - anak mulai gojlokin, fian juga. Tapi aku nanggepinnya biasa aja. Terus dari sana, anak - anak mau lanjut ke rumah Rejo yang lagi syukuran. Awalnya aku mau nggak ikut karena udah malem. Tapi Widi dan anak - anak yang lain maksa aku buat ikut. Karena rumah Brengos nggak sejalan sama rumahku dan rumah Rejo sejalan, akhirnya aku setuju ikut sama anak - anak ke rumah Rejo. Dari rumah Rejo, Widi Fian Boy Pencit Alan Brian mau I'tikaf di Masjid Al-Akbar. Yaudah mereka sekalian nganter aku pulang. Pas sampek rumahku, Fian sama Boy males bawa motor jadi motor mereka dititipin di rumahku. Paginya, Fian sms aku mau ambil motornya dia. Itu pertama kalinya dia sms aku. Dari situ kita keterusan smsan, hampir tiap hari. Dan ternyata, kita sefakultas pas kuliah, aku komunikasi dan dia pariwisata. Jadi tambah deket deh..

Kapan itu, abis dia bilang kalimat yang di atas itu, dia bilang "aslinya aku nggak dateng soalnya kepalaku lagi pusing, tapi dirayu anak - anak yaweslah berangkat" Padahal aslinya pas itu aku ya nggak bisa berangkat soalnya nggak ada yang nebengin, aku ditinggal sama Brian padahal aku nggak tau jalannya. Tiba - tiba Brengos nawarin bareng dan aku berinisiatif naik taksi ke rumah Brengos. Belain banget ya aku, padahal aku ya nggak kenal deket sama Zaki. 

Kalo dipikir - pikir, mungkin emang udah jalannya Allah kayak gini. Kita udah ditakdirkan untuk bertemu hari itu, di rumah Zaki, yang akhirnya bisa bikin kita kayak gini. Bersyukur pasti, karena nggak ada satupun penyesalan yang timbul karena kejadian itu. Yang ada malah nyesel kenapa nggak ketemu dari awal. Dari situ muncul kalimat - kalimat seperti "Untung ya waktu itu aku ke rumah Zaki, kalo nggak aku nggak bisa ketemu kamu" atau "Untung ya aku nggak ambil Udayana, kalo nggak gitu aku nggak bisa kayak gini sama kamu" atau "Untung ya aku nggak keterima di Unesa, kalo nggak gitu aku nggak bisa ketemu sama kamu di Unair" dan "Untung ya aku ketemu kamu.."